Cinta dalam Filsafat Manusia

Imas Widianingsih
7 min readDec 17, 2020

--

Filsafat menurut Aristoteles adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang berisi ilmu metafisika, retorika, logika, etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat keindahan). Drs H. Hasbullah Bakry mengatakan ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu. Seperti hal nya manusia yang ingin mengenal cinta, dimana makna cinta yang sebenarnya akan menjadi pengetahuan dan dipelajari oleh manusia dengan tujuan untuk mencapai pengetahuan yang diinginkannya. Sehingga manfaat filsafat dalam kehidupan akan berperan sebagai:

1. Dasar dalam bertindak,

2. Dasar dalam mengambil keputusan,

3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik, dan

4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.

Cinta adalah sebuah kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, yaitu berupa pengorbanan diri, empati, perhatian memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut. Cinta mempunyai peranan penting dalam kehidupan umat manusia karena cinta sangat berpengaruh bagi siapa saja yang mencintai. Cinta sangat luar biasa dan dapat mengubah segalanya. Rumi dalam syairnya mengatakan bahwa cinta adalah penyembuhan bagi kebanggaan, kesombongan, dan pengobatan bagi seluruh kekurangan diri. Dan hanya mereka yang berjubah cinta sajalah yang sepenuhnya tidak mementingkan diri.

Di kehidupan modern, cinta dan pemahaman terhadapnya semakin banyak dan berkembang. Pengungkapan cinta semakin berbeda-beda. Banyak para penyair cinta yang terlahir dan mengungkapkannya pada dunia. Cinta adalah landasan dasar dari semua hubungan yang ada di semua komponen pada alam semesta ini, baik hubungan dengan sesama makhluk ciptaan maupun sang pencipta-Nya. Cinta merupakan ungkapan perasaan manusia terhadap apa yang dirasakan di dalam hati dan jiwa di mana membuat pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan. Cinta adalah suatu fitrah manusia dan manusia diciptakan telah berpasang-pasangan seperti Adam dan Siti Hawa. Tuhan menciptakan alam raya ini dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Plato dalam symposium menjelaskan tentang hakikat cinta, eros dan manusia dalam bentuk dialog yang amat rumit. Dalam dialog tersebut Plato menyelipkan makna cinta dan tahapan yang harus dilalui oleh cinta. Plato juga berusaha menjelaskan tentang bagaimana dan kenapa seseorang terlibat cinta, namun yang sangat jelas adalah ketika conta selalu dikaitkan dengan keindahan. Dalam Loren Bagus disebutkan bahwa Plato berkata bahwa semua cinta adalah cinta akan keindahan. Bentuknya yang sempurna adalah bentuk abstrak akan keindahan itu sendiri (Bagus, 2000:141). Plato meyakini bahwa cinta adalah keindahan dan melahirkan keindahan. Plato melihat bahwa manusia-manusia terbaik adalah merak yang memiliki conta di dalam dirinya. Sebagaiman Plato membagi fungsi jiwa manusia ke dalam 3 bagian, yaitu:

1. Epithumea (nafsu makan, minum, seks)

2. Thumos (afeksi, rasa, semangat, agresi)

3. Logistikon (berpikir)

Plato mengelompokkan manusia terbaik sebagi manusia yang mencintai kebijaksanaan (philosopos). Plato meyakini bahwa cinta yang menggerakkan manusia terbaik ini untuk mencari apa yang terbaik bagi dirinya, yaitu kebijaksanaan. Cinta memang menggerakkan manusia untuk menemukan hal terbaik bagi hidupnya.

Paul Tillich melihat cinta sebagai sebuah kekuasaan yang menggerakkan kehidupan. Cinta menjadi semacam motor utama yang menggerakkan roda kehidupan. Hakekat dari cinta adalah mempersatukan apa yang pada mulanya sudah satu dan utuh. Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa deskripsi cinta harus diawali dari mengetahui (ma’rifat) dan merasakannya dengan indra, mustahil orang yang belum mengetahui dan merasakan kemudian dia mengatakan hakikatnya. Cinta termasuk keistimewaan yang dimiliki oleh makhluk hidup yang mampu mengetahui objek selain dirinya.

Akan tetapi, seorang psikiater sekaligus tokoh psikologi Humanistik bernama Erick Fromm mengatakan bahwa cinta merupakan seni, untuk dapat mencintai seseorang perlu belajar tidak hanya teori akan tetapi juga dalam praktik. Seseorang perlu belajar keduanya hingga keduanya (teori dan praktik) menjadi terpadu sebagai intuisi.

Cinta seringkali menjadi seperti membelenggu setiap manusia, di mana cinta bisa hadir pada siapapun, kapanpun dan di manapun tanpa memandang status maupun perbedaan. Ada banyak jenis-jenis cinta di mana memiliki pengertian tersendiri, mengandung makna-makna dan simbol-simbol yang seringkali digunakan sebagai pengungkapan atas perasaan cinta itu sendiri. Kemudian Erick Fromm juga mengatakan bahwa cinta Tuhan adalah karunia. Artinya, ketika kita percaya bahwa apa yang kita lakukan adalah karena Tuhan dan apa yang kita dapatkan adalah karena Tuhan, maka hal tersebut merupakan cinta Tuhan. Dalam dunia sufistik cinta juga menjadi tema yang penting. Ada banyak ungkapan sufistik tentang cinta dan ada banyak sufi yang membahas tema cinta. Di antara salah satu ungkapan tentang cinta adalah Mahabbah, dan salah satu sufi yang membahas tema cinta adalah Rabiah Adawiyah, atau seringkali disebut dengan mahabbah. Salah seorang sufi yang terkenal dengan konsep cintanya adalah seorang wanita yang mengabdikan hidupnya hanya untuk cinta. Cinta dalam sufi berbeda dengan pengungkapan cinta psikologis humanistik. Cinta sufistik dengan tidak diberikan kepada manusia ataupun lewat manusia melainkan hanyalah tertuju pada Sang Pencipta.

Wanita tersebut bernama Rabi’ah Al-Adawiyah. Dia mengatakan bahwa: “Cinta sejati adalah bilamana seluruh dirimu akan kau serahkan untukmu Kekasih (Allah) hingga tidak tersisa sama sekali untukmu (lantaran seluruhnya sudah engkau berikan kepada Allah) dan hendaklah engkau cemburu, bila ada yang mencintai kekasihmu melebihi cintamu kepada Nya”. Sebagai seorang wanita sufi dia tidak mencintai siapapun di dunia kecuali Allah SWT. Bahkan sampai akhir hidupnya tidak menikah dengan laki-laki manapun meski tidak sedikit kaum sufi yang melamarnya.

Sufi lain yang membahas tema tentang cinta adalah Attar. Attar pun mengatakan, “Kala matamu terbuka untuk melihat cinta. Kau jadi ceria dan menarik perhatian. Cinta-Nya memberiku iman dan keraguan. Cinta-Nya adalah nyala api di hatiku. Kalau tak seorang bersamaku dalam duka. Cukuplah bagiku mengadu kepada cinta. Cinta memandikanku di dalam air mata” dari tabir itu saya diusir dari rambut ikalnya. Di dunia sufistik dan sastra Humanistic ada dua tokoh yang sangat fenomenal yang membahas tema tentang cinta, yaitu Rumi dan Gibran, keduanya memiliki gagasan, ide dan pandangan tersendiri mengenai cinta yang ditransformasikan baik secara lisan, tulisan dan tingkah laku kehidupannya. Rumi mengatakan bahwa dengan cinta tubuh tanah liat ini dapat terbang ke angkasa raya, seolah-olah mikraj bahkan gunung pun menari dan tangkas geraknya. Gibran mengatakan bahwa cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia karena cinta itu membangkitkan semangat hukum-hukum kemanusiaan dan gejala alami pun tak mampu mengubah perjalanannya.

Jalaluddin Rumi atau sering disebut Rumi merupakan seorang penyair yang lahir di Afganistan, sedangkan Kahlil Gibran atau Gibran adalah seorang putera Lebanon yang sejak usia muda telah piawai menulis dan melukis. Keduanya hidup di zaman dan latar belakang yang berbeda namun syair-syair puisi cinta karya keduanya dinikmati dan dihayati oleh berbagai kalangan karena telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Rumi merupakan seorang penyair Persia terbesar sepanjang sejarah. Rumi berpendapat bahwa seseorang yang ingin memahami kehidupan dan asal usul ketuhanan dari dirinya, ia dapat melakukannya melalui jalan cinta, tidak semata-mata melalui jalan pengetahuan. Cinta adalah asas penciptaan alam semesta dan kehidupan. Cinta adalah keinginan yang kuat untuk mencapai sesuatu.

Dalam salah satu syairnya Rumi mengatakan: “Kami dan keberadaan kami bukanlah wujud. Kaulah itu yang sedang mengenakan pakaian kefanaan. Yang menggerakkan kami dan jiwa kami ialah rahmat-Mu. Seluruh wujud kami adalah ciptaan dari ilmu-Nya yang tersembunyi. Keindahan wujud kau perlihatkan pada “yang bukan wujud” (adam) Aku sudah ada pada hari itu janganlah kau jauhkan nikmat dan kasih-Mu dari kami: Jangan jauhkan dari bibir ini pencuci mulut, anggur dan cawan-Mu! Jika dijauhkan juga, siapa yang akan memohon kepada-Mu? Adakah lukisan dan gambar terpisah dari pelukisnya? Janganlah kami yang Kaulihat, namun lihatlah dalam diri kami pesona cinta dan kasih sayang-Mu sendiri.”

Gibran dalam salah satu karyanya berkata bahwa ada satu kata yang dapat membebaskan kita dari derita kehidupan kata itu adalah cinta. Dalam karya yang di terjemahkan yaitu Mutiara Cinta, dia mengatakan: “Cinta yang agung adalah ketika kamu menitikkan air mata dia dan masih peduli terhadapnya. Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih menunggunya dengan setia. Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu masih tersenyum sembari berkata „aku turut berbahagia untukmu‟. Mungkin akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang, bukan karena orang itu berhenti mencintai kita melainkan karena kita menyadari bahwa orang itu akan lebih berbahagia apabila kita melepaskannya. Apabila cinta tidak berhasil bebaskan dirimu biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya dan terbang ke alam bebas lagi. Ingatlah bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan kehilangannya. Tapi ketika cinta itu mati kamu tidak perlu mati bersamanya. Orang terkuat bukan mereka yang selalu menang. Melainkan mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh.

Di bagan lain bukunya, Gibran, sebagaimana dikutip oleh Mangoenprasodjo. “Kemudian: Bicaralah kepada kami tentang cinta. Diangkatnya kepala dan disapukannya pandangan kepada pendengarnya. Suasana hening meliputi mereka, maka terdengar lantang ia bertutur kata: Apabila cinta memanggilmu, ikutilah dia, walau jalannya terjal berliku-liku. Dan pabila sayapnya merengkuhmu, pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu. Dan jika dia bicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak-abrik petamanan. Di sini, diri secara dermawan memberikan cinta kepada orang lain tidak dengan keinginan untuk memperoleh apa yang sangat mereka butuhkan tetapi diri memberikan cinta demi menghilangkan dirinya dari apa yang secara pribadi paling dibutuhkannya.

Dialektika kata cinta tidaklah semudah lidah berucap bak burung beo yang pandai meniru, melainkan melibatkan hati dan perasaan. Kehadiran cinta dalam hati manusia merupakan suatu anugerah teragung dari penciptanya, dengan cinta manusia mampu merubah sirinya sendiri, mampu bersyukur dan berkorban diatas segalanya.

Dalam hal ini cinta yang tumbuh dalam diri manusia harus berlandaskan ilmu dan perasaan, kedua hal ini dikemas dalam satu kemasan yaitu di dalam hati sebagai harta untuk berjumpa dengan-Nya. Buktikan rasa cinta yang tumbuh ini adalah milik-Nya dan ikrarkan dalam hati akan selalu menjaganya karena Allah semata. Mau tidak mau kita harus menerima kehadiran cinta dalam hati, oleh karena itu cinta dalam perspektif filsafat tidak tumbuh melainkan dengan keesaan-Nya.

41817151 - Imas Widianingsih

Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Komputer Indonesia

--

--

Imas Widianingsih
0 Followers

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia